MAKALAH IMAN ISLAM IHSAN

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

            Agama yang diturunkan tuhan dengan perantaraan rasul-rasulnya, ialah memberi pimpinan bagi manusia di dalam usahanya memberi nilai hidupnya sendiri. Karena dasar yang asli daripada jiwa manusia itu, karena dia berakal dan berfikir, ialah mencari rahasia yang tersembunyi di belakang kenyataan itu.

Banyak sudah bukti bahwa tuhan menciptakan manusia itu secara sempurna. Salah satunya terdapat dalam surah at-tin.

Tetapi walaupun sudah banyak tuhan memberikan bukti yang amat sangat nyata, masih saja kita dapati manusia yang seakan-akan mereka tidak mempunyai akal dan fikiran.

            Oleh karena itu ALLAH mengutus seorang pemimpin yang paling sempurna dari pemimpin-peminpin yang lain, paling luar biasa kegigihannya yang bahkan sampai-sampai imam bushiri pengarang syair yanng berjudul qasidah burdah menulis tentang kehidupan beliau yang amat sangat menyayat hati apabila kita menyelami kalimat demi kalimatnya dengan seksama.

            ALLAH ta’ala mengutus nabi yang luar biasa tersebut dikarenakan umat manusia sudah terlalu banyak yang lalai terhadap tuhannya, terlalu banyak penyimpangan yang mereka perbuat, dan yang lebih memprihatinkan, mereka sudah tidak mempunyai akhlak yang baik.

            Disinilah bukti nyata kasih sayang tuhan terhadap hambaNYA. Disampaikan perjalanan itu kepada ujungnya, tidak lagi terhenti di tengah jalan karena tidak ada kesanggupan lagi. DiberiNYA manusia itu pimpinanan. Pimpinan yang membawa mereka kembali menjadi manusia yang diciptakan sesuai dengan kodratnya.

            Di utusnya nabi akhir zaman tidak lain adalah untuk membentuk dan mengembalikan manusia menjadi manusia yang berakhlak kembali. Memiliki imanyang akan membawa mereka kepada keselamatan, islam sebagai jalan dan ihsan hasil dari keduanya tersebut.


 

B. Rumusan Masalah

1. Apa Hubungan Iman, Isalam dan Ihsan?

2. Apa Saja Cabang - Cabang  Iman?

3. Apa Karakteristik Iman?

4. Apa Saja Hal - Hal yang  Mengotori Iman?

5. Bagaimana Memelihara Iman?

 

C. Tujuan  Masalah

1. Agar Memahami Hubungan Iman, Isalam dan Ihsan

2. Agar Memahami Apa Saja Cabang - Cabang  Iman

3. Agar Memahami Karakteristik Iman?

4. Agar Memahami Apa Saja Hal - Hal yang  Mengotori Iman?

5. Agar Memahami Bagaimana Memelihara Iman?

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Hubungan antara Iman, Islam dan Ihsan

            Islam, Iman dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.

            Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama mengelompokkannya lewat tiga cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa praktek amal lahiriah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan amal lahiriah manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid (teologi) yang menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.

QS Ali-Imran ayat 19 :

Artinya:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”

            Di dalam ayat tersebut dijelaskan kata Islam dan selalu diikuti dengan kata addin yang artinya agama. Addin terdiri atas 3 unsur yaitu, iman, Islam, dan ihsan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa iman merupakan keyakinan yang membuat seseorang ber-Islam dan menyerahkan sepenuh hati kepada Allah dengan menjalankan syareatnya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh syariat Islam.

            Selain itu iman, islam, dan ihsan sering juga diibaratkan hubungan diantara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan antara iman, islam dan ihsan.

 

B. Iman dan Cabang - Cabangnya

Imam Abu Bakar al-Baihaqy dalam kitabnya yang bernama Syu’abil Iman telah menyebutkan tujuh puluh tujuh cabang iman. Adapun ringkasan cabang-cabang iman tersebut adalah sebagai berikut:

1. Iman kepada Allah ‘azza wa jalla

2. Iman kepada Rasulullah SAW

3. Iman kepada para Malaikat

4. Iman kepada al-Qur’an dan seluruh kitab yang di turunkan

5. Iman kepada taqdir, baik maupun buruk itu berasal dari Allah

6. Iman kepada hari akhir (hari kiamat)

7. Iman kepada kebangkitan setelah kematian

8. Iman kepada pengumpulan seluruh manusia di padang mahsyar setelah bangkit dari kubur

9. Iman bahwa rumahnya orang-orang mukmin adalah surga dan rumahnya orang-orang kafir adalah neraka

10. Iman terhadap wajibnya mahabbah atau mencintai kepada Allah ‘azza wa jalla

11. Iman terhadap wajibnya khauf atau takut kepada Allah ‘azza wa jalla

12. Iman terhadap wajibnya ar-roja’ atau penuh harap kepada Allah ‘azza wa jalla

13. Iman terhadap wajibnya berpasrah diri atau tawakkal kepada Allah ‘azza wa jalla

14. Iman terhadap wajibnya mahabbah atau mencintai kepada nabi Muhammad SAW

15.Iman terhadap wajibnya mengagungkan, memuliakan dan menghormati kepada nabi Muhammad SAW dengan tidak melampaui batas

16.Kecintaan seseorang pada agamanya sehingga dia lebih mencintai di lemparkan ke dalam kobaran api dari pada kufur

17. Menuntut ilmu

18. Menyebarkan dan mengajarkan ilmu kepada orang lain

19. Mengagungkan al-Qur’an

20.  Bersuci, menjaga dan memperhatikan wudlu’

21.  Menjaga dan memperhatikan sholat maktubah

22.  Menunaikan zakat

23.  Berpuasa

24.  I’tikaf

25.  Haji

26.  Jihad fi sabilillah

27.  Menjaga wilayah perbatasan di jalan Allah

28.  Bertahan melawan musuh dan tidak lari dari medan perang

29. Membayar seperlima dari rampasan perang kepada imam atau ‘amil bagi yang memperoleh harta rampasan perang

30.  Memerdekakan budak dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT

31.  Membayar kaffarah atau tebusan yang wajib karena tindak pidana kejahatan

32. Menunaikan, memenuhi akad (perjanjian, yaitu segala sesuatu yang telah di halalkan oleh Allah, yang di haramkan dan yang di wajibkan serta seluruh hukum-hukum di dalam al-Qur’an)

33. Senantiasa memuji atas nikmat-nikmat Allah SWT dan segala sesuatu yang wajib di syukuri

34.  Menjaga lisan dari perkataan yang tidak di butuhkan (berbicara secukupnya)

35.  Menjaga amanah dan wajib menunaikkannya

36. Haramnya membunuh nyawa dan diberlakukan tindak pidana kejahatan atasnya

37.  Haramnya melakukan zina dan wajibnya menjaga kehormatan

38. Mengepalkan tangan (tidak menyentuh maupun mengambil) atas harta-harta haram

39.  Wajibnya wira’i (menahan diri) serta menjauhi makanan dan minuman yang tidak halal

40.  Meninggalkan pakaian dan perhiasan serta perabot yang di makruhkan

41.  Haramnya permainan dan hiuran yang bertentangan dengan syari’at

42. Kesedehanaan (hemat) dalam nafkah dan haramnya memakan harta dengan cara yang bathil

43.  Meninggalkan dendam, dengki, iri dan hasud

44. Haramnya menjatuhkan martabat atau kehormatan orang lain dan wajibnya meninggalkan segala sesuatu yang dapat menjatuhkan martabat orang lain

45.  Ikhlas dalam beramal karean Allah SWT dan meninggalkan riya’

46.  Menyenangi kebaikan dan sedih dengan keburukan

47.  Mengobati setiap dosa dengan taubat

48.  Menyembelih qurban, esensinya adalah hadiah baik udhiyah maupun ‘aqiqoh

49.  Taat kepada ‘Ulil Amri

50.  Berpegang teguh terhadap al-Jama’ah

51.  Menegakkan hukum keadilan di antara manusia

52.  ‘Amar ma’ruf dan nahi munkar

53.  Saling menolong atas kebaikan dan taqwa

54.  Malu

55.  Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua)

56.  Silaturrahmi

57.  Husnul khuluq (akhlaq yang baik)

58.  Melakukan kebaikan kepada budak

59.  Hak tuan yang wajib di laksanakan budaknya

60.  Menegakkan  hak anak dan keluarga

61. Dekat kepada ahli agama (ulama’), menyayangi mereka, mnebarkan salam dan berjabat tangan dengan mereka

62.  Menjawab salam

63.  Menjenguk orang sakit

64.  Menyolati jenazah ahli qiblat (muslimin)

65. Mendoakan orang yang bersin (jika mengucapkan alhamdulillah maka di jawab yarhamukallah)

66. Menjauhi orang-orang kafir dan pembuat kerusakan, serta tegas terhahadap mereka

67.  Memuliakan tetangga

68.  Memuliakan tamu

69.  Menutupi ‘aib orang lain

70. Sabar atas setiap musibah dan segala sesuatu yang tercabut dari jiwa yakni berupa kelezatan dan kesenangan

71.  Zuhud dan pendeknya keinginan atas segala hal duniawi

72.  Cemburu dan tidak membiarkan anak atau istrinya berbaur dengan yang bukan mahromnya

73.  Berpaling dari sikap yang berlebihan (melampaui batas)

74.  Dermawan dan murah hati

75.  Menyayangi yang muda dan menghormati yang tua

76.  Mendamaikan orang yang bertikai

77. Wajibnya seseorang mencintai saudaranya yang muslim sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, dan tidak senang sesuatu yang ia benci ada pada saudaranya, termasuk didalamnya adalah menyingkirkan sesuatu yang membahayakan di jalanan

 

C. Karakteristik Iman dalam Islam

            Segala sesuatu memiliki ciri khas sendiri yang membedakannya dengan yang lain, termasuk dalam perkara iman dan keyakinan beragama. Kaum musyrikin mengekspresikan keyakinannya dalam bentuk pemujaan benda-benda alam di atas fungsi yang semestinya. Orang-orang ateis mendewakan paham anti eksistensi Allah SWT. Kaum sekuler mempertuhankan dikotomi dunia-akherat, Tuhan-manusia. Penganut Rasionalisme memuja akalnya. Pengikut Liberalisme menyanjung kebebasan tanpa batas dan anti hukum Allah SWT. Pemeluk Komunisme memegang erat doktrin pertarungan antar kelas yang mutlak sebagaimana penganut Kapitalisme yang memuja keunggulan individu atas segalanya.

            Demikian pula kita, umat yang menyatakan “radlitu billahi Rabban, wa bil-Islami dinan, wa bi Muhammadin nabiyya wa rasula”, memegang teguh ajaran tauhid yang kita wujudkan dalam kehidupan nyata dalam rumusan “inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi Rabbil-‘alamin.” Sistem iman dalam Islam mengajarkan kita untuk mempertahankan visi kehidupan, tidak saja di dunia, tapi jauh melintasi alam materi, kehidupan kekal di akherat. Islam menuntun kita untuk mendudukkan manusia pada dua dimensi sekaligus; jasmani dan ruhany, di saat isme-isme yang lain mengabaikannya dan kemudian mengantarkan pemeluk-pemeluknya kepada krisis kehidupan dan bahkan sampai pada kebinasaan.

            Perbedaan khas di antara kelompok manusia di atas secara sederhana dapat kita katakan sebagai karakteristik atau keistimewaan. Dalam bahasa Arab hal ini disebut sebagai “khashaish”. Iman dalam ajaran din kita, Islam, mempunyai beberapa kistimewaan atau sifat dasar yang membedakannya dengan berbagai model dan sistem keyakinan dan ideologi lain. Pada risalah kecil ini saya sampaikan tiga karakteristik; “tawqifiyah” (meyakini sebatas yang diterangkan Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW), “ghaibiyah”(bersifat ghaib; tidak terindera) dan “syumuliyah” (integralitas/menyatunya dimensi  substansi dan aplikasi).

 

D. Hal - Hal yang Mengotori Iman

            Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya mengemukakan bahwa tidak seperti Nabi dan Rosul yang imannya selalu naik, iman seseorang itu kadang akan naik, kadang turun. Atau bahkan akan turun terus sehingga akhirnya lenyap dan hatinya pun akan gersang tanpa memiliki iman. Padahal orang yang seperti inilah yang akan menghuni neraka. Oleh karena itu, kita haruslah tetap waspada dan hati-hati dalam menjaga iman, sehingga iman kita akan terhindari hal-hal yang merusak.

 “Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Alloh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa 4:48)

 “Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman kemudian bertambah kufur, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya dan mereka itulah orang-orang yang sesat.” (QS. Ali Imran 3:90)

 “Diantara manusia ada yang mengatakan :’Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah 2:8)

 “Dan janganlahkamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘ini halal dan ini haram’, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS. An-Nahl 16: 116)

 “Apa yang diberikan Rosul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr 59: 7)

 “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul“(QS : Al-Falaq 113: 4)

 “mereka menjawab : ‘Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan kamu dan orang-orang yang berseteru’, Sholeh berkata : ‘Nasibmu ada pada sisi Alloh, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum yang diuji’“. (QS An-Naml 27 : 47)

وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ.

Dan setiap Harut Marut mengajarkan sihir kepada seseorang ia selalu berkata,”Sesungguhnya kami adalah fitnah (bagimu) maka janganlah kamu kufur (terhadap Tuhanmu)”. (QS. Al-Baqarah 2: 102)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِين

Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai kekasih, mereka adalah kekasih satu sama lain, dan barang siapa diantara kalian yang mengasihi mereka maka ia termasuk golongan mereka dan Allah tidak mengasihi orang-orang yang berbuat aniaya.“ (QS. Al-Maidah 5: 51)

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Dan sungguh-sungguh Aku (Allah) jadikan isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-Araf 7:179)

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. An-Nisa 4: 145)

 

 Dan barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq.” (QS. Al-Maidah 5: 47)

إِلا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

“…Kecuali iblis (tidak mau sujud), dia termasuk golongan jin, dan dia berbuat fasik terhadap perintah Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi 18:50)

Amirul Mukminin Abi Hafash Umar bin Khatab Radhiyallahu Anhu, aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : Innamal ‘amaalu biinniyyaati wa innamaa likullimriyin manawa fa man kaanat hijratuhu ilallahi wa rasuulihi fahijratuhu ilallahi wa rasuulihi wa mankaanat hijratuhu lidunyaa yushiibuhaa awimra atin yankihuhaa fahijratuhu ilaa maa haajara ilaihi

Yang terjemahnya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapat balasan amal sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang berhijrah hanya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu menuju Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hijrahnya karena dunia yang ia harapkan atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia inginkan.”

Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam Aayatulmunaafiqi tsalatsun : indza haddatsa kadzaba wa idzaa wa ‘ada akh lafa wa idzaa’ tuminakhoona.

Yang terjemahnya:  “Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga : Apabila berkata ia bohong, apabila berjanji ia melanggar dan apabila dipercaya ia berkhianat. Juga dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

Empat macam (sifat) siapa terdapat padanya empat sifat itu, adalah ia munafiq tulen. Barang siapa terdapat padanya suatu dari sifat yang empat itu, terdapatlah padanya suatu bahagian nifaq. Sampai meniggalkannya. Sifat yang empat itu ialah : Apabila dipercaya ia berkhianat, apabila berbicara ia dusta, apabila berjanji ia menyalahi, tidak ditepati dan apabila berdebat dengan seseorang, ia berlaku curang. (Hadist Riwayat Bukhari)

Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam : Wa ilistmu maahaaka fii nafsika wa karihta an tathlu’a ‘alaihinnaas.

Yang terjemahnya : Dosa itu ialah sesuatu yang merisaukan hatimu dan kamu tidak senang (bila hal itu) diketahui orang lain (Hadits riwayat Muslim)

Sabda Nabi Saw: “Enam perkara yang bias melebur amal kebaikan : sibuk mencari keburukan / aib orang lain , keras hati , terlalu cinta dunia , sedikit rasa malu , panjang lamunan / khayalan dan kedhaliman yang tidak pernah berhenti ” (Hadis Riwayat- Ad-Dailami dari Adi bin Hatim )

 

Sabda Nabi: “Malu itu sebagian dari Iman .” Dalam sabda lainya berkata : ” Malu dan Iman adalah bersatu , maka apabila dacabut salah satunya maka akan tercabut yang lainnya.” ( Hr. Abu Nua,im )

E. Cara Memelihara Iman

            SALAH seorang sekretaris Rasulullah Saw, Handzalah, bercerita. Abu Bakar pernah menemuinya dan bertanya, “Bagaimana dengan kamu, wahai Handzalah?”. Handzalah menjawab, “Handzalah telah munafik!”.

            Abu Bakar merasa kaget dengan “pengakuan” Handzalah itu. “Subhanallah! Apa yang kau katakan tadi?” Handzalah menjelaskan, “Kami berada di sisi Rasulullah yang sedang mengingatkan kami tentang surga dan neraka, seolah keduanya terlintas di depan mata, akan tetapi setelah kami keluar dari sisi beliau dan kembali kepada anak, istri, serta berbagai masalah, kami banyak melupakannya”.

            “Demi Allah,” timpal Abu Bakar. “Sesungguhnya kita menemui kasus seperti itu”. Kedua sahabat itu lalu menemui Rasulullah dan mengatakan Handzalah telah munafik. “Apa maksudmu?” tanya Rasulullah. Handzalah menjawab seperti yang dikemukakannya kepada Abu Bakar.

KISAH yang diceritakan Abu Rib’i Handzalah bin Ar-Rabi Al-Usaidi dan diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih Muslim itu mengandung pesan mendalam bagi kita, sekaligus menggambarkan kondisi sebagian umat Islam masa kini.

            Hendaknya kita memelihara iman dengan selalu mengingat kehidupan akhirat. Terus berdzikir dan beramal saleh, di mana pun kita berada. Handzalah mengingat kehidupan akhirat ketika mengikuti “pengajian” dengan Rasulullah. Namun ketika di luar itu, ia banyak melupakannya, sehingga ia menyesali diri dan menyebut dirinya munafik.

            Handzalah seakan mengingatkan kita, saat ini banyak di antara kita mengingat akhirat, siksa dan pahala, hanya ketika kita mengikuti pengajian, ceramah agama, khotbah jumat, atau membaca buku-buku tentang itu. Di luar itu, ketika kita sibuk mencari nafkah, berada di luar majelis taklim atau jauh dari masjid, kita banyak melupakan akhirat. Akibatnya, perbuatan kita banyak melanggar aturan Allah dan sibuk mencari kesenangan duniawi dengan melupakan bekal untuk akhirat.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

·            Iman adalah ucapan yang disertai dengan perbuatan diiringi dengan ketulusan niat dan dilandasi dengan Sunnah.

·            Islam adalah  inisial  seseorang  masuk  ke dalam  lingkaran  ajaran  Ilahi.

·            Ihsan adalah cara bagaimana seharusnya kita beribadah kepada Allah.

Islam, Iman dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar aqidah. Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

AL Kaff Abdullah Zakiy KH. dan Drs. Maman Abdul Djaliel MUTIARA ILMU TAUHID. CV. PUSTAKA SETIA.

HAMKA, Prof. DR. PELAJARAN AGAMA ISLAM. PT. BULAN BINTANG.

Hasan, Muhammad Tholhah. Islam dalam Perspektif Soaial Kultural. Lantabora Press, Jakarta, cet III, 2005

Purnomo, sanggit. Tips cerdas emosi dan spiritual islami. MPDMKPN, Jakarta, 2010

Yusuf Al- Kandahlawy, Muhammad. Kehidupan para sahabat rasulullah saw.PT. BINA ILMU, Surabaya, 2007

http://blognya-anak.blogspot.com/2012/10/v-behaviorurldefaulttvmlo.html

http://ichapedeh.wordpress.com/2012/01/25/pengertian-ihsan/

http://wakakak1.blogspot.com/2012/03/kata -ihsan-berbuat-baik-merupakan.html

http://www.dimensialquran.co.cc/2011/03/iman.html

 

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH IMAN ISLAM IHSAN "

Posting Komentar

Silahkan Masukan Pendapat dan Saran Teman-teman Di bawah ini.