MAKALAH
PENDIDIKAN
ANTI KORUPSI
HUKUM
EKONOMI SYARIAH
Rudik
Nur Rohmat M.H.
DI
SUSUN OLEH
KELOMPOK
3
ZUARIAH
AFRIANI
PARMIK
DEWI
HESTI
DESI
KARLINA
AYU
WANTIRA
KIKI SUSANTI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MAMBAUL ULUM
KOTA JAMBI
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur kehadirat Allah swt, atas segala nikmat dan karunia-Nya, makalah
yang berjudul “Konsep Manajemen Keuangan” dapat di selesaikan.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi dan junjungan kita,
Muhammad SAW, keluarganya, dan sahabatnya.
Pada
kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak pihak
yang telah membantu penyusunan makalah
dan telah memberi motivasi untuk pembuatan makalah ini.
Penulis
telah berupaya menyajikan makalah dengan sebaik-baiknya. Di samping itu apabila dalam makalah didapati kekurangan
dan kesalahan, baik dalam pengetikan maupun isinya, maka penulis dengan senang
hati menerima saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca guna penyempurnaan
penulisan makalah berikutnya. Semoga makalah yang sederhana ini dapat menambah
khasanah keilmuan dan bermanfaat.
Jambi, 24 September 2020
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR
ISI..................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan................................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Ruang Lingkup Korupsi......................................................................... 2
B. Bentuk-Bentuk Korupsi......................................................................... 3
BAB
II PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Studi tentang ekonomi Islam sudah cukup lama, setua agama Islam itu
sendiri. Sebagain besar landasan tentang ekonomi syariah dijumpai dalam
literatur Islam seperti tafsir Al Qur’an, syarah al Hadits, dan kitab-kitab
fiqh yang ditulis oleh cendekiawan muslim terkenal, diantaranya Abu Yusuf, Abu
Hanifah, Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah dan sebagainya.
Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia,
tentu sangat berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku
pemeluknya tidak lepas dari syari’at dalam agama Islam. Dengan demikian,
pelaksanaan syari’at agama yang berupa hukum-hukum merupakan salah satu
parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
Pengertian Hukum Ekonomi Syariah?
2.
Apa
Saja Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah?
3.
Apa
Saja Sumber Hukum Ekonomi Syariah?
4.
Apa
Tujuan adanya Hukum Ekonomi Syariah?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk
Mengetahui Pengertian Hukum Ekonomi Syariah
2.
Untuk
Mengetahui Prinsip-Prinsip Ekonomi
Syariah
3.
Untuk
Mengetahui Sumber Hukum Ekonomi Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 RUANG
LINGKUP KORUPSI
Korupsi
Suatu kata, yang tidak asing di telinga kita bahkan sebagian besar masyarakat
Indonesia tau efek dari korupsi. Fenomena itu dapat dengan mudah kita temui
melalui pemberitaan media massa yang menyebutkan terjadinya tindakan korupsi
itu di berbagai ruang-ruang kehidupan masyarakat, seperti di proyek-proyek
pemerintah, dunia perbankan, lembaga perwakilan rakyat, lembaga peradilan dan
bahkan di jalanan melalui pungutan liar yang dilakukan oleh tukang parkir
ilegal. Pelakunya bisa atas nama individu maupun kelompok dan tidak dengan
serta merta dapat dikenai sanksi hukuman karena pembuktiannya terkadang sulit
dilakukan. Sulitnya menjerat pelaku dan membuktikan tindakannya itu sebagai
pidana korupsi, antara lain karena para pelakunya memanfaatkan kecanggihan
teknologi, menyiasati pasal-pasal di dalam undang-undang, menyebarkan tanggung
jawab kepada para anggota kelompok, dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau
terang-terangan dengan prinsip ‘tahu sama tahu’. Banyak pihak yang merasa
skeptis atau bahkan pesimis untuk dapat memberantas korupsi. Selain dengan
alasan sulitnya melakukan pembuktian terhadap tindak korupsi, pelaku atau
orang- orang yang terlibat di dalamnya, terkadang mekanisme birokrasi itu
sendiri juga ikut melindungi mereka meskipun mekanisme birokrasi tersebut sesungguhnya
bobrok, namun dibuat seolah-olah bersih dari unsur pemerasan atau penyuapan.
Mereka menganggap korupsi itu sebagai suatu tindakan yang wajar dan dengan
mudah orang pun, kemudian mengatakan bahwa korupsi, seperti layaknya berbisnis
(business as usual).
tindak
korupsi dapat terjadi dalam beberapa bentuk perilaku dan Indonesia sudah
memiliki landasan hukum yang kuat, yaitu undang-undang yang terkait dengan
tindak pidana korupsi. Sebagai negara hukum, Indonesia telah memiliki
seperangkat undang- undang (UU) untuk menjerat berbagai tindak korupsi. Korupsi
atau secara hukum disebut juga dengan tindak pidana korupsi, telah ditetapkan
sejak tahun 1960 dalam UU No. 24/PRP/1960. Karena isinya tidak cocok lagi
dengan perkembangan masyarakat, perangkat hukum itu diperbaiki di dalam UU No.
3 tahun 1971. Produk hukum tahun 1971 itu kembali direvisi dan dihimpun di
dalam UU No. 31 tahun 1999 serta disempurnakan di dalam UU No. 2001.
Di dalam UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001, tindak
pidana korupsi yang tercantum di dalam UU tersebut dirumuskan ke dalam tiga
puluh bentuk atau jenis tindak pidana (dalam buku saku Komisi Pemberantasan
Korupsi, 2006).
2.2 BENTUK-BENTUK KORUPSI
1. Kerugian Keuangan Negara
Sebagaimana
pernah diuraikan dalam artikel UU Korupsi Menganut
Kerugian Negara Dalam Arti Formil,
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Komariah Emong
Sapardjaja menguraikan bahwa UU Tipikor menganut konsep kerugian negara
dalam arti delik formal. Unsur ‘dapat merugikan keuangan negara’ seharusnya
diartikan merugikan negara dalam arti langsung maupun tidak langsung. Artinya,
suatu tindakan otomatis dapat dianggap merugikan keuangan negara apabila
tindakan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.
2. Suap-menyuap
Contoh perbuatan suap dalam UU Tipikor dan
perubahannya di antaranya diatur dalam Pasal 5 UU 20/2001, yang berbunyi:
Ø Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
setiap orang yang:
Ø memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
atau
Ø memberi
sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya.
Ø Bagi
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan
pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
3. Penggelapan dalam Jabatan
Contoh
penggelapan dalam jabatan diatur dalam Pasal 8 UU 20/2001 yang
berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang
selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau
surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam
melakukan perbuatan tersebut.
4. Pemerasan
Pemerasan dalam UU Tipikor berbentuk tindakan:
Ø pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri;
Ø pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerimapekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang; atau
Ø pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan
tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang dalam UU Tipikor dan perubahannya
di antaranya berbentuk:
Ø pemborong,
ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam
keadaan perang;
Ø setiap
orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,
sengaja membiarkan perbuatan curang di atas;
Ø setiap
orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia
dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
Ø setiap
orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja
membiarkan perbuatan curang di atas.
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Benturan
kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah situasi di mana
seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik langsung maupun tidak
langsung, dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan,
atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau
sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
7. Gratifikasi
Setiap
gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian
suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan:
1. Yang
nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut bukan
merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.
2. Yang
nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap
dibuktikan oleh penuntut umum.
Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang menerima gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda
paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Namun, ketentuan ini tidak berlaku apabila penerima
melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi,
paling lambat 30 hari sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum Ekonomi Syariah’ berarti Hukum Ekonomi Islam yang digali dari
sistem Ekonomi Islam yang ada dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan
Fiqih di bidang ekonomi oleh masyarakat. Pelaksanaan Sistem Ekonomi oleh
masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur guna meciptakan tertib hukum dan
menyelesaikan masalah sengketa yang pasti timbul pada interaksi ekonomi.
Pelaksanaan ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip
sebagai berikut : (1)Berbagai sumber
daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. (2)Islam
mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. (3) Kekuatan
penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama. (4)Ekonomi
Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
orang saja. (5)Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan banyak orang. (6) Seorang
muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. (7) Zakat
harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). (8) Islam
melarang riba dalam segala bentuk.
Sumber-sumber
hukum dalam ekonomi islam adalah : (1)Al-Qur’an, (2)Hadis
dan sunnah, (3) Ijma', (4) Ijtihad atau Qiyas, (5) Istishan, Istislah dan
istihab.
DAFTAR
PUSTAKA
Diambil dari
“Indonesia Bersih Uang Pelicin” hal. 16,
diterbitkan oleh Transparency International Indonesia
Tahun 2014
Diambil dari
“Buku Saku: Pahami Dulu, Baru Lawan”
Diambil dari
“Memahami Untuk Membasmi: Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi”,
diterbitkan oleh KPK pada tahun 2006.
Diambil
dari “Buku Saku: Pahami Dulu, Baru Lawan”
Diambil dari
Diambil dari “Memahami Untuk Membasmi: Buku Saku Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi”,
diterbitkan oleh KPK pada tahun 2006.
Diambil dari
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Versi Daring
0 Response to "MAKALAH HUKUM EKONOMI SYARIAH"
Posting Komentar
Silahkan Masukan Pendapat dan Saran Teman-teman Di bawah ini.