CONTOH USULAN PENELITIAN TENTANG | INVESTIGASI PENAMBAHAN MOLASES PADA INOKULUM FESES

 

USULAN PENELITIAN

 

INVESTIGASI PENAMBAHAN MOLASES PADA INOKULUM FESES DENGAN TEKNIK IN VITRO : UJI AMONIA, pH, DAN TOTAL PROTOZOA

 

 

 


 

OLEH:

M.UTAMA MANDALA PUTRA

E10017015

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020

 

 


HALAMAN PENGESAHAN

INVESTIGASI PENAMBAHAN MOLASES PADA INOKULUM FESES DENGAN TEKNIK IN VITRO : UJI AMONIA, pH, DAN TOTAL PROTOZOA

 

 

 

 

OLEH

M.UTAMA MANDALA PUTRA

E10017015

 

 

 

 

 

     Menyetujui,

     Pembimbing Utama

 

 

 

 

 

   Dr. Ir. H. M. Afdal, M.Sc.,M.Phil

                 NIP. 196408131989031003                      

 

 

 

 

 

 

 

Mengetahui

Ketua Jurusan/Program Studi                                         Pembimbing Pendamping

 

 

 

 

 

Dr.Ir. Endri Musnandar, M.S.                                                Ir. SUHESSY SYARIF, M.P.

 NIP.195909261986031004                                       NIP. 195812051986032001

 

 

 


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI...............................................................................................            iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................             1

         1.1. Latar Belakang........................................................................             1

         1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah......................................             2

         1.3. Hipotesis..................................................................................             2

         1.4. Tujuan......................................................................................             2

         1.5. Manfaat...................................................................................             3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................             4  

         2.1. Cairan Feses............................................................................             4

         2.2. Molases....................................................................................             4

         2.3. Cairan Feses sebagai Inokulum...............................................             5

         2.4. Amonia....................................................................................             5

         2.5. pH............................................................................................             6

             2.7. Populasi Protozoa.....................................................................             7

BAB III MATERI DAN METODE...........................................................             8

 3.1. Tempat Dan Waktu................................................................             8

         3.2. Materi Dan Peralatan...............................................................             8

         3.3. Metode Penelitian...................................................................             8

    3.3.1. Persiapan Bahan...............................................................             8

    3.3.2. Pembuatan Inokulum Feses.............................................             9

    3.3.3. Pembuatan Inokulum Cairan Rumen...............................             9

    3.3.4. Pelaksanaan In-Vitro.......................................................           10

    3.3.5. Rancangan Penelitian.......................................................           10

            3.3.6. Peubah Yang Diamati.......................................................           10

               3.3.6.1. Penentuan Amonia......................................................           11

               3.3.6.2. Penentuan pH..............................................................           11

               3.3.6.3. Penentuan Populasi Protozoa......................................           11

            3.3.7. Analisis Data.....................................................................           12

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................           13


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

In vitro merupakan metoda yang sering digunakan untuk menduga tingkat kecernaan suatu bahan pakan dengan menggunakan cairan rumen yang biasanya diperoleh dari sapi berfistula. Metode ini telah banyak di tentang terutama di Eropa dan Amerika karena alasan animal walfare. Penggunaan feses sapi sebagai alternatif inoculum dalam teknik in vitro dapat dijadikan sebagai solusi dalam permasalahan tersebut.

Feses sapi berpotensi digunakan sebagai pengganti cairan rumen pada uji in vitro. Mikroba yang terdapat didalam feses masih dapat dimanfaatkan sebagaimana dilakukan dalam penggunaan cairan rumen pada teknik in vitro. Feses yang digunakan harus dalam kondisi segar atau baru, hal ini dikarenakan mikroba pada feses segar masih banyak yang aktif dibandingkan feses yang sudah lama.  Kelemahan dari feses ini yaitu masih rendahnya jumlah populasi mikroba pada cairan feses dibandingkan dengan jumlah populasi mikroba yang ada pada cairan rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Afdal dan Yurleni (2015), bahwasanya cairan feses mempunyai kelemahan yaitu rendahnya jumlah populasi mikroba dibandingkan dengan jumlah populasi mikroba yang terdapat pada cairan rumen. Mikroba memerlukan energi untuk berkembang biak, mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Penambahan sumber energi kedalam inokulum feses merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan populasi mikroba.

Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut bisa dilakukan dengan penambahan bahan pakan sumber karbohidrat fermentable, bahan pakan tersebut diharapkan sebagai sumber energi bagi mikroba. Salah satu jenis bahan karbohidrat fermentable tinggi dan mudah diperoleh yaitu molases. Menurut Agus Rochani et, al (2016), molases atau tetes tebu merupakan hasil samping pada proses pembuatan gula. Molases berwujud cairan kental yang diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Molases mengandung sebagian besar gula, asam amino dan mineral. Sukrosa yang terdapat dalam tetes bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksinya 12 – 35 %, sehingga penambahan molases pada inokulum cairan feses dapat digunakan sebagai sumber makanan bagi mikroba untuk berkembang biak. Penambahan molases kedalam cairan feses diharapkan akan meningkatkan populasi mikroba sehingga dapat digunakan dalam metode in vitro.

Metode in vitro merupakan metode yang biasa digunakan untuk mengevaluasi tingkat kecernaan suatu bahan pakan. Biasanya metode ini dilakukan di laboratorium dengan meniru kondisi dan aktivitas di dalam rumen. Penambahan molases akan mempengaruhi kondisi lingkungan dalam botol fermentor. Proses ini akan mempengaruhi komposisi amonia, pH, dan populasi protozoa dalam inokulum. Hal tersebut yang melatar belakangi diadakannya penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah

Mikroba yang terdapat pada feses segar ataupun dalam rektum masih dapat dimanfaatkan sebagai pengganti cairan rumen dalam teknik in vitro. Namun cairan feses mempunyai kelemahan yaitu rendahnya jumlah populasi mikroba didalamnya. Usaha untuk meningkatkan jumlah populasi mikroba yang terdapat didalam cairan feses pada penelitian ini dilakukan dengan penambahan molases sebagai sumber energi untuk dapat meningkatkan populasi mikroba, sehingga diharapkan cairan feses ini dapat digunakan sebagai alternatif pengganti cairan rumen.

1.3. Hipotesis

Penambahan beberapa level molases pada inokulum cairan feses akan berpengaruh terhadap konsentrasi nilai Amoniak, pH, dan jumlah total Protozoa.

1.4. Tujuan

            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pada level berapa penambahan molases kedalam cairan feses yang dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap konsentrasi nilai amonia, pH, dan jumlah populasi protozoa.

 

 

1.5. Manfaat

            Diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi ilmiah kepada masyarakat khususnya dibidang peternakan tentang penambahan level molases yang paling baik kedalam inokulum cairan feses pada teknik in vitro dengan melihat dari konsentrasi nilai amonia, pH, dan jumlah populasi protozoa, sehingga cairan feses dapat digunakan sebagai alternatif pengganti cairan rumen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cairan Feses

Feses merupakan limbah pertanian yang belum begitu banyak dimanfaatkan nilai gunanya. Umumnya petani di pedesaan menggunakan feses untuk pupuk tanaman. Namun begitu, beberapa usaha telah dilakukan untuk memanfaatkan feses seperti dalam pembuatan kompos, bioarang dan gas bio (Afdal dan Erwan, 2013).

Feses juga berpotensi digunakan sebagai pengganti cairan rumen dalam percobaan in vitro, dikarenakan mikroba yang terkandung didalam feses masih bisa dimanfaatkan pada teknik in vitro (Alwi, 2009).

Syapura et. al (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa mikroba-mikroba yang tumbuh didalam saluran usus besar masih mampu mencerna sisa pakan. Namun jika digunakan sebagai inokulum menjadi cairan feses potensinya lebih rendah dibandingkan populasi mikroba dari cairan rumen. Sehingga perlu penambahan nutrien sumber energi ataupun nitrogen yang dapat meransang peningkatan jumlah populasi mikroba dalam inokulum feses (Afdal dan Alwi, 2018).

2.2. Molases

Molases adalah hasil by product pada pengolahan gula dengan wujud bentuk cair. Dengan memiliki kandungan PK 3,1%, SK 0,6%, BETN 83,5%, LK 0,9% dan abu 11,9%. Kandungan nutrisi yang cukup baik tersebut menjadikan molases banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak (Dharma et. al, 2017).

Menurut Akhadiarto (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa Keuntungan memanfaatkan molases sebagai pakan ternak adalah palatable atau disukai ternak, kandugan mineral yang cukup serta memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu 48-60%.

Dengan memiliki kandungan BETN dan bahan kering yang tinggi, molases dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber karbohidrat fermentable yang akan dimanfaatkan oleh mikroba dalam meningkatkan kecernaan pakan (Bata, 2008). Molases blok juga dapat digunakan sebagai pakan suplemen untuk ternak ruminansia dengan kandungan urea yang tepat dalam meningkatkan konsentrasi ammonia dalam rumen (Firsoni dan Ansori D, 2015).

2.3. Cairan Feses sebagai Inokulum

            Inokulum feses adalah cairan dari hasil pemerasan feses yang masih segar. Feses yang masih segar berpotensi digunakan sebagai pengganti cairan rumen dalam teknik in vitro (Afdal and Yurleni, 2015).

Informasi mengenai komposisi mikroba serta aktifitas hidrolitik dan fermentatif pada feses belum banyak diketahui (Afdal dan Erwan, 2013). Akan tetapi Omed et, al (2000), dalam penelitiannya melaporkan bahwa spesies mikroba yang terdapat di dalam cairan rumen juga terdapat di dalam feses.

Menurut Afdal and Yurleni (2015), cairan feses memiliki kelemahan yaitu  rendahnya jumlah populasi mikroba dibandingkan dengan jumlah populasi mikroba yang terdapat pada cairan rumen.

Aktivitas dan jumlah populasi mikroba yang ada pada inokulum cairan feses sudah banyak berkurang, hal ini diakibatkan karena pada cairan feses bakteri sellulolitik tak mampu bertahan hidup dalam suasana aerob, sehingga menyebabkan penurunan produk fermentasi rumen (Syapura et. al, 2013).

Penambahan sumber energi pada inokulum cairan feses merupakan suatau usaha yang dapat dilakukan guna untuk meningkatkan jumlah populasi mikroba didalamnya (Alwi, 2009).

2.4. Amonia

Menurut Hindratiningrum et. al. (2011) amonia adalah produk akhir dari proses fermentasi protein di dalam rumen sekaligus memiliki peranan penting dalam proses sintesis protein. Sebagian amonia di dalam rumen dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba. Hal ini didukung oleh Firsoni dan Ansori D (2015) bahwasanya ammonia merupakan salah satu bentuk produk degradasi protein didalam rumen akibat aktivitas mikroba.

Menurut Rahayu et. al. (2018) Konsentrasi amonia berkaitan dengan sintesis protein mikroba, karena mikroba dalam rumen memanfaatkan amonia sebagai sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba. Konsentrasi NH3 merupakan salah satu indikator untuk mengetahui fermentabilitas protein pakan, aktivitas mikroba dan populasi mikroba rumen.

Pakan yang kandungan proteinnya rendah atau proteinnya tahan terhadap degradasi memiliki konsentrasi amonia yang rendah dalam rumen serta pertumbuhan mikroba rumen akan lambat yang menyebabkan meningkatnya kecernaan pakan (Gusasi, 2014).

2.5. pH

Menurut Aprianto et. al. (2016) Nilai pH sangat mempengaruhi aktivitas mikroba di dalam rumen. Nilai pH yang rendah akan menyebabkan suasana rumen menjadi asam dan menurunkan aktivitas dan populasi mikroba rumen terutama bakteri selulolitik yang peka terhadap suasana asam sehingga akan menghambat proses degradasi pakan. Perubahan pH yang besar dapat dicegah dengan penambahan larutan buffer. Penggunaan saliva buatan atau buffer bertujuan untuk mempertahankan pH selama proses fermentasi berlangsung (Suharti et al., 2018).

Nasiu et. al. (2016) menyatakan dalam penelitiannya bahwa nilai pH dalam cairan fermentasi yang berkisar 6,54 - 6,55 ternyata masih dalam batas untuk pertumbuhan mikrobia yang optimal. Selain itu nilai pH rumen dapat mempengaruhi produksi NH3 dan jumlah koloni protozoa karena aktivitas mikrobia rumen dapat dipengaruhi oleh pH.

Kondisi pH dalam rumen pada penelitian Sari. I. P. et. al (2019) berkisar antara 6,55 – 6,63 yang menunjukan bahwa baik dan ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme, karena nilai pH dalam rumen akan berpengaruh terhadap proses fermentasi dalam rumen.  Apabila pH baik maka proses fermentasi dalam rumen akan baik, dan sebaliknya apabila nilai pH dalam rumen kurang ideal maka akan menghambat proses fermentasi sehingga akan berpengaruh terhadap aktivitas mikrobial dalam rumen.

 

2.6. Populasi Protozoa

            Ekosistem didalam rumen ternak ruminansia dihuni oleh bakteri, fungi, arkae, dan juga protozoa yang berperan dalam siklus pencernaan pakan. Populasi protozoa yang tinggi dalam rumen sangat merugikan, karena protozoa akan memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan proteinnya (Puspitaning, 2012).

Menurut Sugoro, I dan Yunianto, I, (2006), populasi protozoa rumen dalam jumlah besar dapat menurunkan kadar protein mikrobial yang tersedia untuk dicerna dalam usus halus. Protozoa kelompok entodiniomorph (suku Ophryoscolecidae) memakan bakteri sebagaimana mereka memakan granula pati, sehingga total aliran protein bagi usus halus berkurang akibat keberadaan protozoa.

Menurut Sajati, G (2012), penurunan protozoa mampu meningkatkan sintesis protein mikrobia dalam hal ini dari jenis bakteri terutama diharapkan mampu mengoptimalkan proses yang terjadi di dalam rumen dan mampu memberikan pasokan protein yang cukup bagi ternak. Oleh karena itu, berdasarkan sifat dari protozoa, maka mengurangi atau menekan populasi protozoa berarti memberi kesempatan bakteri untuk dapat berkembang lebih baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

MATERI DAN METODA

3.1. Tempat dan Waktu

            Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi selama....hari

3.2. Materi dan Peralatan

            Materi dan peralatan yang digunakan pada analisis in vitro  menggunakan tepung rumput lapang, potongan kertas saring, cairan rumen, inokulum cairan feses, larutan mc dougal, gas CO2, termos, plastik, kain kasa, thermometer, incubator, tabung fermentor, watherbath, clumper, declumper, glasshiring, tabung gas CO2 dan sentrifuge. Pada pengukuran pH menggunakan larutan HgCL2, pipet tetes, pH meter, dan kalibrasi. Pengukuran nilai amonnia menggunakan cairan supernatan hasil invitro, NaOH 0,5 N, H2SO4 15%, HCl 0,5 N, natrium karbonat jenuh, aquadest, indikator metil red, cawan conway, pipet mikro 1 ml, dan peniter. Sedangkan pada perhitungan koloni protozoa menggunakan cairan supernatan hasil invitro, metil blue, botol urine, mikroskop dengan pembesaran 40x100, bilik hitung (Hemacytometer), sfuit, dan cover glass.

3.3. Metode penelitian

3.3.1. Persiapan Bahan

Dalam percobaan ini menggunakan satu ekor sapi berpistula rumen untuk pengambilan cairan rumen, mengumpulkan feses yang masih baru. Bahan-bahan kimia dipersiapkan untuk keperluan pembuatan larutan media percobaan. Beberapa sampel rumput lapang dan potongan kertas saring. Seperangkat peralatan in vitro Tilley dan Terry (1963).

Inokulum dipersiapkan dari cairan rumen dan feses yang diambil dari sapi pada Fapet Farm Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Pengambilan dilakukan pada pukul 06.00 pagi. Feses diambil dari rektum sapi setelah pengambilan cairan rumen. Cairan rumen segar didapat dengan memeras isi rumen. Cairan ditempatkan kedalam termos yang telah dipanaskan terlebih dahulu dan sudah diukur suhunya yang berkisar 39-40 0C. Feses juga diambil dari sapi yang sama setelah pengambilan cairan rumen sesuai penelitian Afdal (2003), Feses diambil dari rektum dengan tangan dan dimasukkan kedalam plastik 1kg.

Pembuatan saliva buatan atau larutan Mcdougall dilakukan sehari sebelum penelitian dilakukan, saliva buatan yang digunakan pada kecernaan in vitro adalah modifikasi tilley and terry (1963) yang membuat saliva buatan  dengan volume 1000 ml dengan membagi kedalam dua kelompok larutan. Larutan 1 terdiri dari campuran NaHPO₄ (18,6 g ), NaHCO₃ (49 g), dan aquadest 800 ml. sedangkan campuran larutan II terdiri dari KCl (28,5 gr), NaCl (23,5 gr), (CaCl 0,25 gr) dan aquades 100 ml. masing masing dari kelompok larutan di campur hingga homogen. Setelah itu dapat di tambahkan lagi 100 ml aquades sehingga volume larutan menjadi 1 liter. Kemudian tempatkan ke dalam botol lalu injeksikan gas CO₂ agar suasana di dalam botol penyimpanan menjadi anaerob, setelah itu tempatkan botol berisi saliva buatan ke dalam water bath atur suhu 39⁰C agar siap di gunakan untuk proses analisis kecernaan in vitro.

3.3.2. Pembuatan Inokulum Cairan Feses

Inokulum dipersiapkan dengan mencampurkan feses segar 300 gr dan larutan Mcdougall 300 ml atau dengan perbandingan 3 : 3. Feses diblender selama 25 detik. Hasil campuran ini disaring dengan kain kasa kedalam gelas ukur, kemudian dihitung kembali seberapa banyak inokulum cairan feses yang akan diperlukan yaitu dengan menambahkan larutan Mcdougall kembali dengan perbandingan 4:1. Tambahkan molases sesuai perlakuan yang diinginkan. Masukkan kedalam botol sebagai wadah, tempatkan botol dalam waterbath dengan suhu 39C. Pada saat bersamaan alirkan gas CO2 agar kondisi menjadi anaerob.

3.3.3. Pembuatan inokulum cairan rumen

            Cairan rumen yang sudah disiapkan diukur menggunakan gelas ukur, kemudian campurkan larutan Mcdougall dengan perbandingan 4:1. Masukkan kedalam botol sebagai wadah, tempatkan botol dalam waterbath dengan suhu 39C. Pada saat bersamaan alirkan gas CO2 agar kondisi menjadi anaerob.

3.3.4. Pelaksanaan in vitro

            Metode in vitro dalam penelitian ini mengikuti prosedur Tilley and Terry (1963) yang telah dimodifikasi. Sampel ditimbang sebanyak 1 gr dan dimasukan kedalam tabung fermentor kapasitas 40 ml yang sudah disiapkan untuk sampel cairan feses dan rumen. Setelah itu tambahkan inokulum cairan rumen dan inokulum cairan feses yang sudah dilakukan penambahan molases 2%, 3%, dan 4% didalam setiap botol sample yang telah ditandai dengan kertas label setiap masing-masing perlakuannya dengan menggunakan dispensheet. Tutup botol dengan penutup karet berventilasi bersamaan dengan gas CO2, kemudian inkubasi selama 48 jam. Tambahkan HgCl2 untuk menghentikan aktivitas mikroba kemudian saat bersamaan dapat dilakukan pengukuran pH. Lakukan sentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan supernatant dan padatan. Selanjutnya supernatant dapat digunakan untuk analisis amonia, dan menghitung populasi protozoa.

3.3.5. Rancangan Penelitian

            Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan dimana masing-masing perlakuan sebagai berikut:

A. Cairan rumen (kontrol)

B. Cairan feses (kontrol)

C. Cairan feses dan 2 % molases

D. Cairan feses dan 3% molases

E. Cairan feses dan 4% molases

3.3.6. Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi 3 parameter utama yaitu konsentrasi nilai amonia, Derajat Keasaman (pH) dan total populasi protozoa hasil In Vitro dengan membandingkan inokulum cairan feses dan rumen. Berikut ini adalah penjelasan metode masing-masing parameter.

 

3.3.6.1. Penentuan Amonia

Pengukuran nilai Amonia atau NH3 dilakukan dengan metode mikrodifusi conway. Sebelum digunakan, tutup cawan conway diberi vaselin dibagian pinggirnya. Setelah itu masukkan 1 ml larutan asam borat berindikator di cawan kecil yang berada ditengah cawan conway. Dibagian kiri cawan dimasukan 1 ml supernatan sedangkan dibagian kanan cawan di tambahkan 1 ml natrium karbonat jenuh (NaCO3). Antara supernatan dan NaCO3 tidak boleh bercampur. Setelah itu cawan ditutup dengan segera menggunakan penutup cawan yang telah diberi vaselin tadi sampai kedap udara. Cawan dimiringkan sehingga sampel dan natrium karbonat menyatu. Setelah itu biarkan selama 24 jam pada suhu ruang. Setelah 24 jam asam borat berindikator dititrasi menggunakan larutan H2SO4 0,0005 sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah. Adapun rumus untuk mencari amonia adalah sebagai berikut :

NH3 = (ml H2SO4 titrasi x N H2SO4 x 1000) mM

Keterangan

NH3                : Produksi NH3 yang didaptkan

N H2SO4        : Normalitas larutan H2SO4 yaitu 0,005 N

3.3.6.2. Penentuan pH

Sampel didalam tabung fermentor hasil inkubasi in vitro diukur pH nya menggunakan pH meter. pH meter dikalibrasi terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran.

3.3.6.3. Penentuan Populasi Protozoa

            Perhitungan populasi protozoa menggunakan 0.5 ml larutan fiksasi (Methyl green formaline saline/MFS) yang dimasukkan ke dalam botol urine dan dicampur dengan cairan rumen 0.5 ml kemudian diaduk hingga merata. Sebanyak 0.1 ml sampel diteteskan dengan menggunakan pipet pada bilik hitung (hemacytometer) dan ditutup dengan covered glass. Penghitungan protozoa dilakukan dengan bantuan mikroskop dengan menggunakan perbesaran 40x. Dari jumlah protozoa yang didapatkan dengan prosedur penghitungan ini, maka jumlah protozoa yang dikandung per 1 ml cairan rumen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Populasi Protozoa/mL = (1 / 0.1 x 0.065 x 5 x 16) x n x d

Keterangan :    n = jumlah protozoa pada counting chamber

d = pengenceran sampel

3.3.7. Analisis Data

Data dianalisis keragamannya dengan ANOVA. Apabila terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test. Perbedaan antar perlakuan dinyatakan pada taraf p<0.005.


 

DAFTAR PUSTAKA

Afdal, M. Erwan, E., 2013. Penggunaan cairan feses sebagai pengganti cairan rumen pada teknik in vitro: Estimasi kecernaan bahan kering dan bahan organik beberapa jenis rumput. Jurnal Peternakan. 10(2): 60-66.

Afdal, M., Yurleni, 2015. Pengaruh modifikasi inokulum feses sebagai pengganti cairan rumen pada teknik in vitro : Estimasi kecenaan NDF, ADF, dan protein kasar rumput lapangan. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 28(2): 83-88.

Afdal, M., Alwi, Y., 2018. Uji degradasi in vitro ADF dan NDF rumput raja (Pennisetum purpuroides) menggunakan inokulum cairan feses. Pastura. 7(2): 95-97.

Aprianto, S.A., Asril, dan Y. Usman. 2016. Evaluasi kecernaan in vitro complete feed fermentasi berbahan dasar ampas sagu dengan teknik fermentasi berbeda. Jurnal Ilmu Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 1(1): 808–815.

Akhadiarto, S. 2008. Pemanfaatan limbah tanaman tebu untuk pakan sapi. Jurnal Rekayasa Lingkungan. 4(3):149–154.

Agus Rochani, S. Y. 2016. Pengaruh konsentrasi gula larutan molases terhadap kadar etanol pada proses fermentasi. Jurnal Reka Buana, 1(1): 43-48.

Alwi, Y. 2009. Pemanfaatan inokulum feses sapi dalam uji kecernaan in vitro ADF dan NDF rumput gajah (Pannisetum purpureum). Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 12(2): 72-77.

Bata, M. 2008. Pengaruh molases pada amoniasi jerami padi menggunakan urea terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro. Agripet, 8(2): 15-20.

Dharma, U.S., N. Rajabiah, dan C. Setyadi. 2017. Pemanfaatan limbah blotong dan bagase menjadi biobriket dengan perekat berbahan baku tetes tebu dan setilage. Jurnal Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro. 6(1):92–102.

Firsoni, Ansori, D. 2015. Manfaat urea molasses multinutrient blok (UMMB) yang mengandung tepung daun glirisidia (Gliricidia sepium) secara in-vitro. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 11(2): 161-170.

Gusasi, A., 2014. Nilai ph, produksi gas, konsentrasi amonia dan vfa sistem rumen in vitro ransum lengkap berbahan jerami padi, daun gamal dan urea mineral molases liquid. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hindratiningrum, N., M. Bata, dan S.A. Santosa. 2011. Produk fermentasi rumen dan Produksi protein mikroba sapi lokal yang diberi pakan jerami amoniasi dan beberapa bahan pakan sumber energi. Agripet. 11(2):29–34.

Nasiu, F., L.M. Yusiati, dan Supadmo. 2016. Suplemetasi vitamin e dalam cairan rumen in vitro: analisis parameter fermentasi. Buletin Peternakan. 40(2):138–143.

Omed, H.M., Lovett, D.K. dan Axford, R.F.E. 2000. Feses sebagai sumber mikroba untuk memperkirakan suatu kecernaan, In: Forage Evaluation in Ruminant Nutrition (ED). D.I. Givens., E. Owen,. R.F.E. Axford dan H.M. Omed. CABI Publishing Oxon UK.

Puspitaning, I, R., 2012. Populasi Protozoa dan Karakteristik Fermentasi Rumen dengan Pemberian Daun Kersen (Muntingia calabura) Secara In Vitro. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. ITB. Bogor.

Rahayu, R.I., A. Subrata, dan J. Achmadi. 2018. Fermentabilitas ruminal in vitro pada pakan berbasis jerami padi amoniasi dengan suplementasi tepung bonggol pisang dan molases. Jurnal Peternakan Indonesia. 20(3):166–174.

Sajati, G. 2019. Pengaruh ekstruksi dan proteksi dengan tanin pada tepung kedelai terhadap produksi gas total dan metan secara in vitro. Indonesian Jurnal Of Food Technology. 1(1): 79-94.

Sugoro, I., Yunianto, I. 2006. Pertumbuhan protozoa dalam cairan rumen kerbau yang disuplementasi tanin secara in vitro. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 2(2): 48-57.

Sari, I.P., Nuswantara, L.K., Achmadi, J. 2019. Pengaruh suplementasi karbohidrat mudah larut yang berbeda dalam pakan berbasis jerami padi amoniasi terhadap degradabilitas ruminal in vitro. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 14(2): 161-170.

Suharti, S., Aliyah, D.N., Suryahadi, 2018. Karakteristik Fermentasi Rumen In vitro dengan Penambahan Sabun Kalsium Minyak Nabati pada Buffer yang Berbeda. J. Ilmu Nutr. dan Teknol. Pakan 163): 56–64.

Syapura, Bata Muhamad, Pratama, W.S. 2013. Peningkatan kualitas jerami padi dan pengaruhnya terhadap kecernaan nutrien dan produk fermentasi rumen kerbau dengan feces sebagai inokulum. Agript. 13(2): 59-67.

Tilley, J.M.A. dan Terry, R.A. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. Journal of the British Grassland Society. 18:104-111.

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "CONTOH USULAN PENELITIAN TENTANG | INVESTIGASI PENAMBAHAN MOLASES PADA INOKULUM FESES"

Posting Komentar

Silahkan Masukan Pendapat dan Saran Teman-teman Di bawah ini.